Apa Itu DevOps? Ketahui Tujuan, Tugas, Hingga Gajinya

Apa Itu DevOps? Ketahui Tujuan, Tugas, Hingga Gajinya

DevOps adalah instrumen lingkungan kerja yang saat ini sedang berkembang di dunia pengembangan software. Tetapi, banyaknya profesi seperti software developer, web developer, mobile app developer, dan lainnya, memunculkan dilema baru dan membuat sebagian orang bingung hendak terjun ke arah mana.

Terlebih setiap profesi memiliki keunikan dan persyaratan skill yang berbeda-beda. Misalnya, software developer memerlukan pemahaman tentang bahasa pemrograman, atau full stack developer yang harus menguasai frontend dan backend. Semakin banyak profesi maka semakin kompleks peta keahlian yang harus dikuasai, sehingga penting untuk menentukan mau berprofesi sebagai apa.

Jika kamu ingin berkarier di bidang IT namun masih bingung memilih jalur yang mana, DevOps mungkin menjadi salah satu opsi menarik. Melansir Emeritus, estimasi pertumbuhan ukuran pasar DevOps tahun 2022 hingga 2028 diharapkan mencapai 20%. Ini menunjukkan bahwa prospek kerja DevOps sangat cerah di masa depan.

Lalu, sebenarnya apa itu DevOps? Apakah profesi ini benar-benar menjanjikan? Yuk, cari tahu lebih lanjut di sini.

DevOps, Apa Itu?

DevOps adalah gabungan dari kata Development (Dev) dan Operations (Ops), yakni suatu prinsip dalam dunia teknologi informasi yang mengintegrasikan praktik pengembangan perangkat lunak dan kegiatan operasional. Prinsip ini lahir dari budaya, praktik, dan alat untuk meningkatkan kolaborasi antara tim pengembang dan tim operasional.

Sebelum adanya DevOps, praktik pengembangan software umumnya mengadopsi pendekatan tradisional seperti metode air terjun (metode waterfall). Namun, tahapan-tahapan yang linier pada metode ini terkadang kurang responsif terhadap perubahan, dan waktu pengerjaannya pun relatif lebih lama.

Developer tentu ingin meluncurkan software lebih cepat dan terus mengembangkan fitur-fitur baru untuk user, namun IT Operations tidak dapat bekerja secepat itu karena produk berisiko tidak stabil dan kurang aman. Konflik inilah yang menyebabkan kurangnya kolaborasi dan membuat pekerjaan menjadi lambat. Nah, untuk menyelesaikan masalah tersebut, maka dibentuklah DevOps.

apa itu devops - ilustrasi
Gambar: SHALB

Dengan prinsip DevOps, tim pengembang dan tim operasional dapat berkolaborasi dan berkomunikasi secara intensif. Ini memungkinkan perusahaan untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi pengembangan sehingga respons terhadap perubahan pasar menjadi lebih baik.

Lalu, apakah DevOps itu harus bisa coding?

Sebagai prinsip dalam software development, seorang DevOps Engineer tidak akan lepas dari coding. Setidaknya, pemahaman dasar tentang bahasa pemrograman dan scripting menjadi aset yang berharga sebelum mulai mempelajari pengkodean yang lebih spesifik.

Apa Tujuan DevOps?

Tujuan utama DevOps adalah meningkatkan kolaborasi antara tim pengembang dan operasional untuk menciptakan alur kerja yang efisien, mulai dari tahap perencanaan, pengembangan, hingga aplikasi/fitur diluncurkan. Seluruh alur kerja tersebut harus terotomatisasi demi mencapai tujuan berikut:

  1. Mempercepat siklus pengembangan perangkat lunak.
  2. Meminimalisir tingkat kegagalan pada update-an terbaru.
  3. Mengurangi estimasi waktu perbaikan dan pemulihan.
  4. Meningkatkan waktu pemasaran.

Berdasarkan report dari Puppet yang dimuat di RTS Labs, tim yang mengadopsi DevOps 30 kali lebih sering melakukan deploy, 60 kali lebih sedikit mengalami kegagalan, dan 160 kali lebih cepat dalam pemulihan. Efisiensi inilah yang membuat DevOps berperan penting dalam kesuksesan bisnis.

Bahkan, Radixweb juga menyebut bahwa trend dan statistik DevOps untuk tahun 2024 sangat krusial karena dapat membantu bisnis menjadi lebih agile, efisien, dan kompetitif.

Tugas DevOps Engineer

DevOps Engineer bertanggung jawab untuk menjembatani kesenjangan antara tim pengembang dan tim operasional. Lebih dari itu, DevOps Engineer juga memiliki tugas penting lain untuk mendukung proses pengembangan, antara lain:

  1. Continuous Integration: Menguji software berulang kali untuk menemukan error dan memperbaiki kode programnya. Apabila ditemukan error, maka akan lebih cepat ditangani oleh tim developer dan QA.
  2. Continuous Delivery: Melakukan pengujian secara manual untuk menemukan error lainnya. Setelah pengujian selesai, tim akan melakukan lebih banyak update dan perbaikan.
  3. Configuration Management: Maintenance konfigurasi pada software untuk memastikan otomatisasi dapat berjalan dengan baik. 
  4. Infrastructure as a Code (IAC): IAC merupakan manajemen infrastruktur aplikasi melalui kode yang dapat diprogram, distandarisasi, kemudian diduplikasi. IAC ini berguna ketika data aplikasi hilang, sehingga tim tidak kesulitan membangun aplikasi lagi dari awal. Karena IAC dapat menyediakan sumber daya, mengembalikan konfigurasi, dan memulihkan data-datanya.
  5. Logging: Pada bagian ini tim akan meninjau setiap aktivitas yang terjadi pada aplikasi, update, maupun error. Dari situlah DevOps akan membuat catatan penting terkait aplikasi secara realtime. Data log ini nantinya dapat menjadi acuan untuk membantu tim DevOps memecahkan masalah dengan mengidentifikasi setiap perubahan.
  6. Monitoring: Mendeteksi semua hal yang berkaitan dengan sistem, baik aplikasi maupun layanan cloud. Jika terdapat penyimpangan/anomali, tim akan mencatat dan segera memperbaikinya. Proses ini membutuhkan hasil dari logging, karena jika tidak ada data log, monitoring tidak bisa berjalan karena kekurangan sumber data.
  7. Menangani Linux fundamental dan scripting: Banyak perusahaan memilih meng-hosting aplikasinya pada sistem operasi Linux. Sebab, tools manajemen konfigurasi seperti Puppet, Chef, dan Ansible memiliki master node yang berjalan di Linux. Kemudian, DevOps Engineer juga harus menangani scripting yang umumnya menggunakan bahasa Python.

Tools yang Digunakan DevOps

Ada berbagai tools yang dipakai DevOps untuk mendukung otomatisasi, pengelolaan kode, penyebaran, dan pengujian software. Berikut adalah lima tools yang paling sering digunakan DevOps:

1. Source Code Management

Source Code Management adalah tools yang mencakup manajemen perubahan source code atau kode sumber. Alat ini memungkinkan pengembang bekerja sama melalui repository untuk memeriksa dan mengedit kode tanpa perlu saling menulis satu sama lain yang justru dapat membuat file menjadi banyak.

Contoh tools populer yang sering dipakai di antaranya yaitu Git, Subversion, Cloudforce, Bitbucket, dan TFS.

2. Build Server

Build Server adalah alat yang berfungsi untuk mengompilasi dan mengonversi kode dalam Source Code Repository (SCR) menjadi bentuk yang dapat dieksekusi. Beberapa tools yang sering dipakai DevOps untuk melakukan fungsi ini adalah Jenkins, Artifactory, Travis CI, dan SonarQube.

3. Configuration Management

Configuration Management merupakan tools yang melibatkan otomatisasi konfigurasi dan pengelolaan infrastruktur server untuk memastikan lingkungannya sesuai dengan keadaan yang diinginkan. Contoh tools manajemen konfigurasi ini adalah Puppet, Chef, dan Ansible.

4. Virtual Infrastructure

Virtual Infrastructure memiliki API yang memungkinkan kamu membuat mesin baru yang terprogram menggunakan tools manajemen konfigurasi. Layanan ini disediakan oleh vendor cloud yang menjual infrastruktur PAAS (Platform as a Service) dan private infrastructure virtual.

Contoh layanan tersebut di antaranya adalah Amazon Web Series dan Microsoft Azure.

5. Test Automation

Test Automation merupakan tools yang melibatkan otomatisasi proses pengujian perangkat lunak melalui pipeline build. Ini berguna untuk memastikan build deployable sudah dilakukan dengan benar, sehingga perubahan kode dapat diterapkan tanpa merusak fungsionalitas yang sudah ada.

Contoh tools otomatisasi pengujian ini adalah Selenium, Air, dan JUnit.

Bagaimana Prospek Profesi DevOps?

Radixweb menyebut 94% organisasi atau perusahaan meyakini bahwa platform engineering membantu mereka mewujudkan manfaat DevOps sepenuhnya. Mereka juga dapat menginvestasikan waktu 33% lebih banyak pada perbaikan infrastruktur. Ini merupakan prospek yang bagus bagi perusahaan yang ingin mengadopsi DevOps pada tahun 2024.

Pertumbuhan DevOps juga semakin tinggi dari tahun ke tahun. Menurut Krusche & Company GmbH, ukuran pasar DevOps mencapai lebih dari US$8 miliar pada tahun 2022 dan diperkirakan akan tumbuh dengan tingkat pertumbuhan tahunan lebih dari 20% dari tahun 2023 hingga 2032.

Berdasarkan data tersebut, prospek profesi DevOps dapat dibilang menjanjikan karena banyak perusahaan sudah menyadari pentingnya pengembangan dan operasional. Dengan meningkatnya adopsi praktik DevOps, para profesional di bidang ini memiliki peluang karier yang sangat baik dan relevan di pasar kerja, baik sekarang maupun di masa yang akan datang.

Berapa Gaji Seorang DevOps Engineer?

Menurut survei dari Glassdoor, gaji DevOps Engineer di Indonesia per Desember 2023 adalah sekitar Rp13 juta – Rp45 juta dengan rata-rata gaji pokok per bulan Rp10 juta.

Glassdoor juga mengestimasi tunjangan atau pendapatan tambahan yang diperkirakan mencapai Rp17,25 juta per bulan. Pendapatan tambahan ini mencakup komisi, cash bonus, tips, dan profit sharing.

gaji devops engineer di indonesia

Tertarik Jadi DevOps Engineer?

Sekarang kamu sudah tahu apa itu DevOps Engineer beserta tugas dan prospek kerjanya di masa yang akan datang. Intinya, DevOps adalah prinsip atau pendekatan yang menggabungkan dua peran berbeda, yaitu Development (Dev) dan Operations (Ops) demi menciptakan alur kerja yang lebih efisien, mulai dari tahap awal hingga software/fitur ter-deliver ke end user. Orang yang bekerja di bidang ini disebut DevOps Engineer.

Dengan prospek karier dan gaji menjanjikan, menjadi DevOps Engineer adalah salah satu opsi yang menarik, terutama bagi para pegiat IT. Wajar saja, gaji seorang DevOps Engineer di Indonesia sendiri cukup menggiurkan, yakni sekitar Rp13 juta – Rp45 juta. Jadi, apakah kamu tertarik menjadi DevOps Engineer?