Apa itu Metode Waterfall? Ini Pengertian & Tahapannya

Apa itu Metode Waterfall? Ini Pengertian & Tahapannya

Dalam software development, ada banyak pendekatan yang digunakan untuk memastikan keberhasilan proyek. Salah satunya adalah metode waterfall yang kini cukup populer dan menjadi landasan bagi para developer. Mengapa demikian?

Metode ini memberikan kerangka kerja yang jelas untuk pengembangan perangkat lunak. Wajar saja jika pendekatan waterfall sering dipakai secara luas selama beberapa dekade terakhir.

Lantas, sebenarnya apa itu metode waterfall? Di artikel ini, Dewaweb telah merangkum semua informasi penting tentang istilah pendekatan tersebut, mulai dari pengertian, tahapan, hingga kelebihan dan kekurangannya. Simak sampai selesai, ya!

Apa itu Metode Waterfall?

Metode waterfall adalah konsep pengembangan perangkat lunak yang tergolong sebagai classic life cycle atau siklus hidup klasik. Model pendekatan ini menekankan pada tahapan sistematis dan berurutan.

Istilah ‘waterfall’ sendiri menggambarkan proses pembuatan sistem yang dilakukan secara linier dan berurutan layaknya air terjun yang mengalir searah dari satu tahap ke tahap berikutnya.

Jadi, setiap tahapan pada konsep ini tidak dapat dikerjakan secara bersamaan. Setiap fase harus diselesaikan terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke fase selanjutnya, mulai dari tahap analisis kebutuhan hingga pemeliharaan.

Oleh karena itu, penting untuk mendokumentasikan atau mencatat setiap tahapannya secara rinci. Selain membantu tim pengembang dalam memahami proyek, hal ini juga berguna untuk memastikan bahwa tidak ada informasi yang hilang.

Tahapan Model Waterfall

Model waterfall pertama kali diperkenalkan pada tahun 1956 oleh Herbert D Benington. Melalui presentasinya, ia menjelaskan bahwa konsep dasar pendekatan ini menggambarkan siklus hidup pengembangan yang berurutan. Berikut tahapan metode waterfall:

1. Requirement

Tahapan metode waterfall diawali dengan requirement analysis atau analisis kebutuhan. Developer harus melakukan riset untuk mengetahui kebutuhan perangkat lunak yang akan dikembangkan, baik melalui survei, observasi, diskusi, hingga wawancara.

Biasanya, perusahaan memiliki tim analis yang bertugas untuk mencari informasi pengguna yang ingin menggunakan produk. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan sistem serta batasan dari software yang dikembangkan.

2. Design

Tahap kedua model waterfall adalah perancangan desain perangkat lunak berdasarkan kebutuhan user. Pembuatan desain ini bertujuan agar tim programmer memiliki gambaran rinci terkait tampilan dan antarmuka software.

Pengembangan akan berfokus pada perancangan antarmuka, arsitektur, struktur data, dan fungsionalitas. Oleh sebab itu, tim yang terlibat di tahap ini biasanya adalah orang yang memiliki skill di bidang desain grafis web seperti UI/UX designer.

3. Implementation

Tahapan selanjutnya adalah implementasi yang merujuk pada kode software menggunakan tools dan bahasa pemrograman yang sesuai. Di tahap ini, pengembangan akan berfokus pada hal-hal teknis seperti proses coding yang melibatkan tim developer atau programmer.

Tim developer sendiri biasanya diklasifikasikan menjadi tiga bagian dengan tugas dan tanggung jawab yang berbeda. Di antaranya sebagai berikut:

  • Front end developer yang mengurus pengembangan dari sisi klien atau pengguna.
  • Back end developer yang mengurus pengembangan dari sisi server.
  • Full stack developer yang merupakan gabungan antara front end dan back end.

Selain itu, di tahap implementasi ini juga dilakukan proses pemeriksaan lebih detail terkait modul yang dibuat untuk memastikan fungsinya berjalan normal.

4. Integration & Testing

Tahapan metode waterfall yang keempat adalah proses integrasi dan pengujian sistem. Di tahap ini, setiap modul yang dibuat akan diintegrasikan atau digabungkan sebelum  diuji keseluruhan fungsi sistemnya.

Tujuan pengujian ini adalah untuk memeriksa kinerja software, apakah sudah berjalan dengan baik atau belum. Selain itu, software testing juga dapat membantu pengembang mencegah terjadinya error atau bug pada program.

5. Operation & Maintenance

Setelah tahapan-tahapan di atas selesai, pengembangan selanjutnya memasuki fase akhir yaitu pengoperasian dan pemeliharaan. Di tahap ini, software yang dikembangkan sudah siap untuk dioperasikan atau digunakan oleh user.

Di sisi lain, pemeliharaan menjadi bagian penting yang terus berjalan beriringan dengan pengoperasian perangkat lunak. Tujuannya untuk memastikan kinerja, keandalan, dan keamanan program tetap terjaga.

Proses pemeliharaan ini meliputi banyak hal, mulai dari pembaruan sistem, perbaikan bug, penambahan fitur, dan penanganan error yang mungkin muncul di masa yang akan datang.

Baca Juga: Compiler: Software Komputer untuk Menerjemahkan Source Code

Kelebihan Metode Waterfall

Metode waterfall memiliki sejumlah kelebihan yang membuatnya masih banyak digunakan dalam software development hingga sekarang. Berikut beberapa kelebihannya:

1. Alur kerja jelas

Seperti yang telah disebutkan, tahap-tahap pengembangan pada model waterfall diatur secara sistematis sehingga alur kerjanya jelas. Setiap proses dikerjakan berurutan dari satu tahap ke tahap berikutnya guna mendapatkan workflow yang lebih terukur.

2. Biaya yang dibutuhkan terjangkau

Sebagian besar proses metode waterfall tidak memerlukan banyak resources. Dalam hal ini, pihak perusahaan selaku klien tidak perlu repot mencampuri urusan software development sehingga biaya pengeluaran pun menjadi lebih terjangkau.

3. Cocok untuk pengembangan software

Waterfall method sangat cocok untuk pengembangan software berskala besar. Dengan pendekatan ini, kompleksitas prosedur dan resources yang besar bukanlah masalah rumit karena prosesnya terkoordinasi dengan baik.

Terlepas dari itu, bukan berarti model waterfall ini tidak cocok untuk pengembangan berskala kecil dan menengah. Metode ini tetap bisa diterapkan pada semua skala sesuai kondisi dan kebutuhan proyek.

 

Baca Juga: Virtual Machine: Definisi, Jenis & Software Virtual Machine Terbaik

Kekurangan Metode Waterfall

Selain kelebihan, metode waterfall juga tidak terlepas dari kekurangan yang perlu dipertimbangkan sebelum menggunakannya. Berikut beberapa kekurangannya:

1. Kurang fleksibel

Tahapan yang linier dan sistematis membuat metode ini kurang fleksibel. Setiap developer yang terlibat harus mengikuti arahan sesuai standar yang sudah ditentukan di tahap awal, sehingga sulit untuk menerapkan perubahan di tengah pengembangan.

2. Estimasi waktu pengerjaan lebih lama

Estimasi waktu pengerjaan waterfall method terbilang lebih lama dibandingkan metode pendekatan lain. Sebab, setiap proses tahapannya hanya dapat dilakukan secara berurutan dan tidak bisa dikerjakan bersamaan.

Sebagai contoh, tim developer atau programmer tidak boleh memulai coding sebelum tim designer menyelesaikan rancangan software-nya.

Kendati demikian, estimasi waktu pengerjaan ini dapat dikurangi dengan mengidentifikasi risiko potensial dan membuat perencanaan yang baik selama siklus pengembangan berlangsung.

3. Sulit untuk melihat gambaran sistem yang jelas

Klien atau pihak diluar tim developer tidak dapat melihat gambaran sistem yang jelas. Sulit untuk memvisualisasikan keseluruhan sistem secara komprehensif jika proyek masih berada di tengah atau di awal tahap pengembangan. Hasilnya baru bisa dilihat setelah seluruh tahapan selesai dikerjakan.

Baca Juga: Apa itu Software Engineering?

Kesimpulan

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa metode waterfall adalah sebuah pendekatan pengembangan software yang memiliki tahapan terstruktur. Meskipun prosesnya lebih lama, namun hasilnya sangat memuaskan karena pengembangan dilakukan secara terperinci.

Tertarik untuk menambah wawasan lebih lanjut? Jangan lewatkan artikel menarik lainnya di blog Dewaweb. Selain perkembangan teknologi, Dewaweb juga membahas topik terbaru seputar digital marketing, website, cyber security, dan banyak lagi. Yuk, eksplor semuanya di sini!